Thursday, March 14, 2013

Korupsi Politik di Indonesia (Political Corruption in Indonesia)

Korupsi Politik di Indonesia (Political Corruption in Indonesia)

Bagian 2: Peran Partai Politik pada Masa Demokrasi

Di bawah saya kutipkan paparan Dr. Pramono Anung Wibowo. Terlihat bahwa peran partai politik sangat besar mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Arti lebih jauhnya: parpol yang saat ini kondisinya bobrok (inget survei Global Corruption Barometer menyebutkan parpol merupakan institusi terkorup nomor 1) perlu terus didorong agar jauh membaik. Okay?


Pada bagian 3 saya akan menuliskan lebih lanjut ke korupsi dalam sistem politik.

Soekarno: Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah)

Soekarno: Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah)

Saya dapat email seperti terkutip di bawah ini, kurang tahu sumber aslinya jadi tidak bisa saya referensikan. Yang jelas disitu penulisnya adalah: Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto.

Saya jadi bingung atas kebenaran sejarah kita, apakah benar seperti tertulis di bawah. (pada jaman modern sekarang ini dimana orang dengan mudah menyebarkan berita palsu/hoax, saya selalu mencoba mengingatkan diri saya selalu agar tidak terlalu mudah percaya pada suatu berita). Anyway, kalau benar artikel di bawah......wah ngeri kalee.....

Pelajaran yang bisa kita a.l.: satu jiwa besar mantan Presiden Soekarno, yang saya pikir jarang dimiliki negarawan saat ini, ketika beliau dengan sadar tidak mau membela dirinya (sehingga mengorbankan dirinya) untuk kepentingan agar tidak terjadi perang saudara. Kalau jaman sekarang, boro-boro mengorbankan dirinya, kalau bisa semua situasi harus menguntungkan dirinya gak peduli mengorbankan siapa atau apapun.

=============

Sukarno, Bendera Pusaka, dan Kematiannya

13 Mar 2013 19:20:28



Oleh: Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto           Monday, June 21, 2010 at 12:41pm

Tak lama setelah mosi tidak percaya Parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 dan MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam.

Bung Karno dengan wajah sedih membaca surat pengusiran itu. Ia sama sekali tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.

Wajah-wajah tentara yang diperintahkan Suharto untuk mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi. "Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang".

Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu?" kata Bung Karno.

Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata , "Mereka pergi ke rumah Ibu"  rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.

Bung Karno berkata lagi  "Mas Guruh, Bapak sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau hal lain, itu punya negara,".

Kata Bung Karno lalu ia pergi ke ruang depan dan mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang setia. Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan, ia maklum, ajudan itu sudah ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu.

 "Aku sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu, souvenir, dan macam-macam barang itu milik negara".

Semua ajudan menangis Bung Karno mau pergi, "Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan" salah satu ajudan hampir berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.

"Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda kita jelas hidungnya beda dengan hidung kita, perang dengan bangsa sendiri tidak..lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara".

Beberapa orang dari dapur berlarian saat tahu Bung Karno mau pergi, mereka bilang  "Pak kami tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak enak bila bapak pergi belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak enak dari biasanya"

Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh basi tiga hari itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa...."

* * *

Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang seorang perwira suruhan Orde Baru. "Pak, bapak segera meninggalkan tempat ini"

Beberapa tentara sudah memasuki beberapa ruangan. Dalam pikiran Bung Karno yang ia takuti adalah bendera pusaka. Ia ke dalam ruang membungkus bendera pusaka dengan kertas koran lalu ia masukkan bendera itu ke dalam baju yang dikenakannya di dalam kaos oblong, Bung Karno tahu bendera pusaka tidak akan dirawat oleh rezim ini dengan benar.

Bung Karno lalu menoleh pada ajudannya Saelan. "Aku pergi dulu" kata Bung Karno hanya dengan mengenakan kaus oblong putih dan celana panjang hitam.

"Bapak tidak berpakaian dulu" Bung Karno mengibaskan tangannya, ia terburu buru. Dan ke luar dari Istana dengan naik mobil VW kodok, ia minta diantarkan ke rumah Ibu Fatmawati di Sriwijaya, Kebayoran.

Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia sudah meminta agar Bendera Pusaka itu dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun yang tumbuh di halaman.

Kadang-kadang ia memegang dadanya, Ia sakit ginjal para,h namun obat-obatan yang biasanya diberikan tidak kunjung diberikan. Hanya beberapa minggu Bung Karno di Sriwijaya, tiba-tiba datang satu truk tentara ke rumah Sriwijaya.

* * *

Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri yang orang Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku Bung Karno bilang "Aku pengen duku.. Tri, Sing Ngelah Pis, aku tidak punya uang"  

Nitri yang uangnya juga sedikit ngelihat dompetnya, ia cukup uang untuk beli duku. Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata "Pak bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil"

Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke Bung Karno "Mau pilih mana Pak, manis-manis nih" kata Tukang Duku dengan logat betawi.

Bung Karno berkata "Coba kamu cari yang enak"

Tukang Duku-nya merasa sangat akrab dengan suara itu dan dia berteriak  "Lha itu kan suara Bapak...Bapak...Bapak"

Tukang Duku berlari ke teman-temannya pedagang  "Ada Pak Karno...ada Pak Karno" serentak banyak orang di pasar mengelilingi Bung Karno. Bung Karno tertawa, tapi dalam hati ia takut orang ini akan jadi sasaran tentara, karena disangka mereka akan mendukung Bung Karno. "Tri cepat jalan".....

* * *

Mendengar Bung Karno sering ke luar rumah, maka tentara dengan cepat memerintahkan Bung Karno diasingkan.

Di Bogor, dia diasingkan ke Istana Batu Tulis dan dirawat oleh: Dokter Hewan .....

Lalu Rachmawati datang dan melihat ayahnya, ia menangis keras-keras saat tahu wajah ayahnya bengkak-bengkak dan sulit jalan, Rachmawati adalah puteri Bung Karno yang paling nekat. Malamnya ia memohon pada bapaknya agar pergi ke Jakarta saja dan dirawat keluarga.

"Coba aku tulis surat permohonan pada Presiden" kata Bung Karno dengan mengucurkan air mata. Dia menulis surat dengan tangan bergetar, dan pagi-pagi sekali Rachma ke Cendana, rumah Suharto.

Di Cendana ia ditemui Bu Tien yang kaget karena ada Rachma di sana. Bu Tien memeluk Rachma dan di saat itu Rachma bercerita tentang nasib bapaknya, hati Bu Tien rada tersentuh dan menggenggam tangan Rachma lalu membawanya ke atas, ke ruang kerja Pak Harto.

"Lho Mbak Rachma ada apa?" Kata Pak Harto dengan nada santun,

Rachma-pun menceritakan kondisi ayahnya.

Pak Harto berpikir sejenak dan dia menuliskan memo untuk diperintahkan kepada anak buahnya, agar lalu dia dipindahkan ke Wisma Yaso, yang sama sekali tidak terawat. Kamar Bung Karno sudah berantakan sekali, bau dan tidak diurus. Bung Karno tidak boleh ke luar kamar. Seringkali ia dibentak bila akan melakukan sesuatu.

Dokter yang diperintahkan untuk merawat, Profesor Mahar Mardjono sampai mau menangis, saat tahu bahwa semua obat-obatan yang biasa digunakan oleh Bung Karno, dibersihkan dari laci obat atas dasar perintah Perwira Tinggi.

Mahar hanya bisa memberikan vitamin dan Royal Jelly, yang sesungguhnya adalah madu. Jika sulit tidur, dia diberi valium, Sukarno tidak diberikan obat, bila terjadi pembengkakan ginjal.

Rumor yang mengatakan Bung Karno hidup sengsara, banyak beredar di masyarakat, Beberapa orang diketahui akan nekat membebaskan Bung Karno, tapi penjagaan sangat ketat.

* * *

Pada awal tahun 1970, Bung Karno datang ke rumah Fatmawati untuk menghadiri pernikahan Rachmawati.  Muka Bung Karno sudah bengkak.  Ketika banyak orang tahu Bung Karno datang ke rumah itu, orang banyak berteriak "Hidup Bung Karno ... Hidup Bung Karno ... Hidup Bung Karno !!!"

Sukarno yang reflek, karena ia tahu benar dengan suasana gegap gempita, tertawa dan melambaikan tangan, Tapi, dengan kasar tentara menurunkan tangan Sukarno, dan menggiringnya ke dalam. Bung Karno paham, dia adalah tahanan politik.

* * *

Masuk ke bulan Februari, penyakit Bung Karno parah sekali, Ia tidak kuat berdiri, Tidur saja, Tidak boleh ada orang yang bisa masuk.

Ia sering berteriak kesakitan, biasanya penderita penyakit ginjal memang akan diikuti kondisi psikis yang kacau. Ia berteriak  "sakit ... sakit ya Allah .."  

Tapi tentara terpaksa diam saja, karena disuruh komandan, Sampai ada salah satu tentara yang sampai menangis, mendengar teriakan Bung Karno di dalam kamar, sambil tangannya memegang senjata.

Kepentingan politik tak mungkin bisa membendung rasa kemanusiaan,  dan air mata adalah bahasa paling jelas dari rasa kemanusiaan itu. Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno menulis surat pada Suharto, dan mengecam cara merawat Sukarno.

Di rumah Hatta duduk di beranda,  ia menangis diam-diam mengenang sahabatnya itu.

Lalu dia bicara pada isterinya Rachmi, untuk bertemu dengan Bung Karno. "Kakak tidak mungkin bisa ke sana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik"

Hatta menoleh pada isterinya "Sukarno adalah orang terpenting dalam pikiranku, dia sahabatku,  Kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama, agar negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan di antara kita, itu lumrah, tapi aku tak tahan mendengar berita Sukarno terlalu sakit seperti ini".

Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto, untuk bertemu Sukarno, Ajaibnya surat Hatta langsung disetujui,  ia boleh menjenguk Sukarno.

Hatta datang sendirian ke kamar Bung Karno yang sudah hampir tidak sadar, Tubuhnya tidak kuat menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta terdiam dan berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No" kata Hatta,  Ia tercekat, mata Hatta sudah basah.

Bung Karno berkata pelan dan tangannya berusaha meraih lengan Hatta  "Hoe gaat het met Jou" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda  -Bagaimana pula kabarmu, Hatta- .

Hatta memegang lembut tangan Bung Karno dan mendekatkan wajahnya,  Air mata Hatta mengenai wajah Bung Karno,  dan Bung Karno menangis seperti anak kecil.  

Dua proklamator bangsa ini menangis, di sebuah kamar yang bau dan rusak,  Kamar yang menjadi saksi ada dua orang yang memerdekakan bangsa ini,  di akhir hidupnya merasa tidak bahagia, Suatu hubungan yang menyesakkan dada.

Tak lama setelah Hatta pulang,  Bung Karno meninggal. Sama saat Proklamasi 1945, Bung Karno menunggui Hatta di kamar, untuk segera membacai Proklamasi, Saat kematiannya, Bung Karno juga menunggu Hatta dulu, baru ia berangkat menemui Tuhan.

* * *

Mendengar kematian Bung Karno rakyat berjejer-jejer di jalan.  Rakyat Indonesia dalam kondisi bingung. Banyak rumah yang orang-orangnya menangis karena Bung Karno meninggal.

Tapi tentara memerintahkan  agar jangan ada rakyat yang hadir di pemakaman Bung Karno. Bung Karno ingin dikesankan sebagai pribadi yang senyap.  Tapi, sejarah akan kenangan tidak bisa dibohongi. Rakyat tetap saja melawan untuk hadir.

Hampir 5 kilometer orang antre untuk melihat wajah Bung Karno, Di pinggir jalan Gatot Subroto, banyak orang berteriak menangis. Di Jawa Timur tentara yang melarang rakyat melihat jenasah Bung Karno, menolak dengan hanya duduk-duduk di pinggir jalan, Mereka diusiri, tapi datang lagi. Begitu cintanya rakyat Indonesia pada Bapaknya. Tahu sikap rakyat seperti itu, akhirnya tentara menyerah.

Jutaan orang Indonesia berhamburan di jalan-jalan pada 21 Juni 1970. Hampir semua orang Indonesia yang rajin menulis catatan hariannya, pasti mencatat tanggal itu sebagai tanggal meninggalnya Bung Karno dengan rasa sedih,

Koran-koran yang isinya hanya menjelek-jelekkan Bung Karno, sontak tulisannya memuja Bung Karno.

Bung Karno yang sewaktu sakit dirawat oleh dokter hewan, tidak diperlakukan secara manusiawi,  Meninggalnya, dengan cara yang agung.  Jutaan rakyat berjejer di pinggir jalan, Mereka datang karena cinta, bukan paksaan.

Dan sejarah menjadi saksi bagaimana sebuah bangsa memperlakukan orang yang kalah. Walau pun orang yang kalah, adalah orang yang memerdekakan bangsanya, Orang yang menjadi alasan terbesar, kenapa Indonesia harus berdiri. Tapi diperlakukan layaknya binatang, Semoga. kita tidak mengulangi kesalahan seperti itu. .......

21 Juni - Tanggal meninggalnya Bung Karno.




Korupsi Politik di Indonesia (Political Corruption in Indonesia)


Korupsi Politik di Indonesia (Political Corruption in Indonesia)

Bagian 1: Stop Cuek terhadap Politik

 

Anda tidak tertarik dengan dunia politik? Atau bahkan muak melihat ulah politikus di TV?

S A M A. Saya juga dari sejak masa sekolah benci sekali dengan dunia politik. Menurut saya para politisi itu hanyalah orang-orang yang memanfaatkan keadaan atau orang lain untuk keuntungan dirinya sendiri atau golongannya saja. Skill utama (dan mungkin satu-satunya?): mereka pintar omong. Saking pintarnya bisa membolak-balikkan persepsi orang. Mereka pintar juga mempersuasi orang lain. Karena kerjaan mereka semua terkait dengan omong, yaitu: debat, diskusi, talkshow, rapat, dsb, mereka jadi OMDO (omong doang).  Menurut saya jarang terlihat kerja riil mereka.

Mungkin karena mindset saking bencinya saya terhadap politisi (sebenarnya saya lebih suka menyebut poliTIKUS), saya kena getahnya juga. Saya jadi apatis terhadap kegiatan-kegiatan organisasi di sekolah dan kampus. Karena sering terlihat ambisi para pengurus organisasi-organisasi tersebut yang mengingatkan saya pada politisi. Dan memang terbukti, beberapa organisasi di kampus ternyata memang menjadi ajang kendaraan, atau kawah candradimuka, untuk bergabung dengan partai politik. Karena apatis, saya tidak aktif dalam organisasi sekolah atau kampus, dan saya jadi kurang bergaul, atau kurang melek organisasi. Akibat lebih lanjut, menurut pemikiran egoistis, CV (curriculum vitae) saya juga jadi kurang cantik karena tidak ada pengalaman berorganisasi. Mungkin karena itu saya tidak terlalu sering mendapat panggilan kerja atas surat lamaran kerja yang saya buat.

Walaupun saya benci banget terhadap dunia politikus dan semua yang terkait dengannya (partai politik-parpol, parlemen-DPR, DPRD, Pemilihan Umum ataupun Pilkada, Presiden, Kepala Daerah/Bupati/Walikota, dsb), dan mungkin demikian juga dengan Anda, ternyata kita tidak mungkin menjauhi dunia politik ini. Hidup kita sangat-sangat dipengaruhi perpolitikan.

Seluruh….artinya setiap segi dari…….kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara diatur dengan peraturan perundang-undangan. Aturan tersebut dibuat oleh DPR, DPRD, Kepala Daerah/Bupati/Walikota. Kehidupan kita juga dipimpin oleh produk politik (ya itu tadi: Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota). Jadi, bagaimana mungkin kita menghindar dari dunia politik kalau nasib kita ditentukan juga oleh perpolitikan. Gak mungkin banget kan?

Jadi…..saya dan Anda-anda semua saat ini tidak dapat bersikap apatis terhadap dunia politik. Kita tidak boleh masa bodoh dengan Pemilu atau Pilkada dan menjadi golongan putih (golput). Bagaimana kalau dari kandidat yang ada memang menurut kita tidak ada yang cucok? Pilih the best among the worst, atau suarakan semampu kita agar muncul calon lain yang lebih cucok. Semampu kita, misalnya minimal dengan membuat blog seperti saya.
Kita harus aktif mengawasi parpol, politisi senayan, Presiden, Kepala Daerah, simply because they affect our lives!  Apalagi kita tahu sendiri bagaimana bobroknya parpol, parlemen dan politisi kita saat ini. Stop cuek terhadap mereka! Mereka harus sangat diawasi. Dengan pengawasan yang ada saat ini saja masih bobrok, apalagi kalau kita cuek, gak kebayang apa jadinya.

Dalam tulisan saya berikutnya, saya akan coba ulas lebih dalam, bagaimana parpol mempengaruhi kehidupan sehari-hari kita. Tunggu ya…..

Wednesday, March 13, 2013

When the Head of the Pancoran Statue is Next to Your Car Window (Saat Kepala Patung Pancoran di Samping Mobil Anda)

When the Head of the Pancoran Statue is Next to Your Car Window
(Saat Kepala Patung Pancoran di Samping Mobil Anda)

Saya sangat suka artikel yang ditulis oleh: Prabham Wulung, di harian Kompas (February 12, 2013). Mengapa? Karena sangat penting bagi Jakarta (dan kota-kota besar lainnya di Indonesia) untuk mengambil pelajaran darinya. Sedihnya, feeling saya mengatakan, pengambil keputusan di Jakarta tidak dapat belajar dari sejarah ini.


==================================
Saat Kepala Patung Pancoran di Samping Mobil Anda

Warga kota Los Angeles pada tahun 1980-an pernah merasa begitu marah kepada orang tua dan wali kota-wali kota yang menjabat saat orangtua mereka hidup.
Mereka menyesali mengapa pendahulu mereka setuju menghancurkan jalur kereta listrik dan menggantinya dengan jalan tol. Sejarah mencatat, tahun 1930- 1970, Los Angeles (LA) sangat giat membangun jalan tol di seluruh penjuru kota. Alhasil, Los Angeles menjadi kota yang penuh jalan tol. Dari satu sudut kota ke sudut lainnya bisa dicapai dengan berkendaraan pribadi di jalan tol.

Sebuah pembelajaran

Peter Hall dalam bukunya, Cities in Civilization (Phoenix Giant, 1999), menggambarkan Los Angeles sebagai freeways city. Oleh Hall digambarkan bagaimana penduduk LA dulu terpesona oleh dogma ”Impian Amerika” tentang rumah luas di pinggiran kota dan mobil bermesin besar yang sanggup mengantar mereka ke mana saja.
Semua berawal dari pemikiran perancang kota LA sendiri. Gordon Whitnall, sang kepala perencanaan kota LA, mengatakan, LA adalah kota modern yang menyandarkan transportasinya pada kendaraan bermotor canggih. Dengan alasan ekonomi dan rekayasa teknik, ia yakin kendaraan bermotor mampu membuat kota ini tumbuh efisien. Untuk itulah, menurut Whitnall, LA membutuhkan banyak jalan tol.
Dalam perkembangannya, semakin jalan tol dibangun semakin warga kota LA terpacu menggunakan mobil pribadi sebagai sarana berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kemacetan yang kemudian terjadi, karena jalan tol tersebut penuh dengan kendaraan, dicarikan penyelesaiannya dengan membangun jalan tol baru. Semua area kosong, jalur kereta listrik dan trem, taman, dan pemakaman umum digusur dan dijadikan jalan tol. Ketika tak ada lagi tanah tersisa, mereka membangun jalan tol layang.
Tahun 1950-1960 adalah masa puncak pembangunan tol. Biaya tol semakin mahal karena biaya konstruksi kian meningkat. Pada 1980, LA sudah punya jaringan jalan bebas hambatan dalam kota sepanjang 2.505 kilometer! Praktis, LA sudah tidak lagi berwujud sebuah kota, tetapi kumpulan jalan bebas hambatan.
Kemudian LA tiba pada suatu titik di mana sudah tidak mungkin membangun jalan tol lagi dan seluruh warga kota terjebak dalam kendaraan pribadinya karena kemacetan yang mengular. Marah dalam keadaan terjebak kemacetan berjam-jam, mereka kemudian menyesalkan mengapa orangtua mereka tidak membangun jalur kereta dan trem, tapi malah membangun jalan tol.
Pada 1990, di tengah kesadaran perlunya jaringan kereta, mulailah dibangun sebuah jaringan kereta sepanjang 35 km, menghubungkan LA dan Long Beach. Ironisnya, jalur itu adalah jalur kereta listrik yang dulu pernah ada dan kemudian dihancurkan tahun 1961 (Hall, 1999:841).
Siasat yang menyesatkan
Saat ini Kota Jakarta juga ada pada titik ingin membangun jalan tol baru di tengah kota. Inisiator pembangun jalan tol itu berkeyakinan jalan tol mampu menyelesaikan masalah kemacetan yang mengakar di kota ini. Sulitnya mendapat lahan kota untuk membangun jalan tol baru disiasati dengan tol layang.
Betulkah siasat itu? Mari kita telaah satu per satu. Pertama, pembangunan jalan tol baru di tengah kota berarti membangun pintu masuk dan keluar baru. Kita lihat kini betapa pintu masuk dan keluar jalan tol dalam kota yang sudah ada justru jadi sumber kemacetan. Awal dan akhir setiap warga bertransportasi pasti rumah, kantor, sekolah, atau pusat perbelanjaan yang letaknya bukan persis di sisi jalan tol. Jadi, jalan tol pasti berujung pada jalan biasa yang kapasitasnya terbatas. Ketika semua warga kota dipacu masuk jalan tol, pada akhirnya mereka akan terjebak di ”leher botol” saat keluar.
Kedua, secara umum yang diperlukan warga kota dalam bertransportasi sebenarnya adalah memindahkan tubuhnya, bukan kendaraan pribadinya. Dengan mengingat hal dasar ini, tentu yang diperlukan di kota yang padat seperti Jakarta adalah kereta, bus, dan monorel. Jakarta sudah memiliki modal dasar itu dengan KRL Commuter Line, Transjakarta, dan beberapa moda lain seperti yang sedang dalam penggodokan untuk segera terwujud.
Jalan tol tentu perlu, tetapi tidak untuk masuk langsung menghunjam jantung kota sambil membawa puluhan ribu mobil pribadi. Jalan tol akan lebih berfungsi bila dibangun antarkota atau melingkar melewati sebuah kota untuk pengangkutan penumpang dari satu titik langsung ke titik lain.
Ketiga, secara estetika, pembangunan jalan tol layang akan menghancurkan wajah kota. Ketika penulis mendapatkan data tentang rencana pembangunan enam jalan tol layang di tengah kota tersebut, penulis cukup terkejut betapa banyak ruas jalan yang akan terpotong dengan jalan layang baru di atasnya.
Wajah beberapa ruas seperti Jalan Sudirman-Thamrin atau Jalan Rasuna Said yang saat ini sudah tertata cukup baik akan rusak. Saat pembangunan pasti debu beterbangan. Pada saat diroperasikan, bisa dibayangkan betapa banyak polusi baru yang ditimbulkannya. Belum lagi kalau terjadi kemacetan di tol itu. Kita akan melihat sebuah ular kemacetan yang bertumpuk-tumpuk di tengah wajah kota.
Bahkan, pada ruas Pasar Minggu-Casablanca, jalan tol baru itu akan berada tepat di samping Tugu Dirgantara, yang lebih kita kenal sebagai Tugu Pancoran. Saat ini Tugu Pancoran sudah terjepit di antara jalan tol dan jalan layang non-tol. Setengah badannya tenggelam.
Saat jalan tol baru yang digagas ini jadi, ia akan berada bersisian dengan Tugu Pancoran. Bisa dibayangkan saat kita terjebak kemacetan di jalan tol layang baru itu, lalu kita menolehkan kepala karena penat: kepala Tugu Pancoran itu ada tepat di samping jendela mobil Anda.
Belajarlah dari kesalahan
Itukah citra kota yang kita inginkan? Relakah kita melihat sebuah tugu yang pernah menjadi kebanggaan kota kemudian semakin terjepit oleh kemacetan yang mengular dan bertumpuk- tumpuk? Maukah kita melihat gambaran Kota Jakarta di masa depan dengan semua warga kotanya terjebak dalam jalan tol yang semakin banyak dan semakin menumpuk? Tak inginkah kita memiliki sebuah kota yang beradab, yang sarana transportasi umumnya seperti bus dan kereta menjadi sarana ampuh untuk bertransportasi, dan bukan jalan tol yang menggurita?
LA telah mengajarkan kepada kita, pembangunan jalan tol di tengah kota terus-menerus adalah kesalahan yang mengerikan. LA menunjukkan keberadaan jalan tol dalam kota seperti candu yang mengisap kota untuk terus membangun jalan tol lagi dan lagi sampai titik overdosis.
Kini semua kembali kepada warga Kota Jakarta: apakah ikhlas bila nanti anak cucu warga kota ini menyesali keputusan orangtua mereka untuk terus membangun enam jalan tol layang.

Prabham Wulung Alumnus Departemen Arsitektur UI; Pencinta Kota Jakarta
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Egidius Patnistik

Monday, March 11, 2013

Reparasi Magnetic Clutch AC Honda New City 2004

Reparasi Magnetic Clutch Air Conditioner (AC) Honda New City 2004

Sharing aja pengalaman saya dalam proses reparasi Magnetic Clutch AC Honda New City 2004. Bermula dari gejala, pada saat macet, AC Honda New City yang semula baik-baik saja, tiba-tiba tidak dingin. Angin tetap keluar tapi tidak dingin. Selanjutnya saya matikan AC, buka jendela dan mobil jalan terus. Kira-kira 20 menit kemudian saya coba nyalain AC, ternyata gak ada masalah, dingin lagi, demikian selanjutnya sampai saya sampai rumah.

Di lain kesempatan, beberapa hari kemudian, hal ini terjadi lagi. Tiba-tiba saja, tanpa suara aneh atau apapun, angin AC tetap keluar, tetapi tidak dingin. Saya matikan AC, mobil tetap saya pakai jalan, kira2 15 menit kemudian AC saya nyalakan lagi.......voila....AC berfungsi normal, gak ada masalah lagi sampai ke tujuan.

Tanggal 4 Maret 2013 kemarin, saya ke bengkel AC terkenal rekomendasi milis Honda New City, di daerah Jaksel. Saya ceritakan gejalanya, didiagnosa magnetic clucth dari compressor nya yang hampir mati. Kata bengkelnya itu merupakan gejala mau rusaknya magnetic clutch compressor Honda New City. Wuih keren juga ada early warning sign-nya. Katanya, ntar gejala AC tidak dingin semakin lama akan semakin sering.

Singkat cerita dibongkarlah itu compressor AC. Magnetic clucth AC letaknya di kepala compressor. Setelah dicek, ternyata tidak bisa diganti hanya magnetic clutch nya, tetapi disarankan diganti juga dua piringan besi yang saling menempel saat AC aktif, lupa namanya. Katanya besinya sudah mulai aus juga. (waduh jadi mahal deh). Saya nurut saja, wong gak ngerti juga. Akhirnya digantilah magnetic clutch itu beserta kedua piringan yang saling nempel-pisah itu.

Menurut pemilik bengkel, ini penyakit umum dari Honda New City/ Honda Jazz. Dia sudah ratusan kali menangani penyakit semacam ini. Ini sih bisa dilihat sebagai sistem peringatan dini yang canggih dari Honda, untuk gejala awal kerusakan. Selain itu hal ini melindungi compressor AC tidak sampai terbakar karena kepanasan.

Setelah reparasi/service, AC Honda New City pun kembali normal, sejauh ini tidak kambuh kembali gejala AC tiba2 tidak dingin. I love my Honda New City.

Total cost Rp 1,9 jutaan. Set magnetic clutch-aja Rp 900 ribuan. Yang lain paket bersih2in ini itu, dsb, yang kata bengkelnya tidak terhindarkan juga.

Catatan lain: sayang, saya tidak bisa full ngawasin proses service AC, karena saya agak kecewa, begitu sampai rumah, lihat bagian yang dekat radiator (yang kayak sarang tawon) yang nurut kuitansi dibersihkan dan dicharge Rp 200 ribuan sendiri, kok masih debuan, tidak ada tanda-tanda baru dibersihkan. Saya juga curiga, bagian dalam di bawah dashboard (yang juga sirip-sirip kayak filter) juga tidak dibersihkan, karena kok proses cepet banget. Jadi nasehat saya, awasi terus proses service atau reparasi AC......walaupun bengkel rekomendasi milis.